Wednesday, September 6, 2017

INGGRIS RAYA, NEGERI CINTANYA BARBARA CARTLAND

The Old Wellington Pub, Manchester

NAMA Barbara Cartland buat saya sangat istimewa. Tentunya anak-anak sekarang tidak mengenal si Ratu Cinta ini. Dia adalah penulis novel cinta picisan dan dia juga keluarga Bangsawan Inggris. Hampir semua noverlnya berisikan pertemuan gadis muda belia yang kemudian jatuh cinta dengan "Prince of Dream"or "Knight of Shining Armour" bergelar Duke, Lord atau Marquis. Cerita picisan ini yang membuat saya bermimpi untuk datang ke Inggris Raya.


Meski ada Sir Arthur Conan Doyle yang populer dengan Sherllock Holmes dan Watson, Shakespeare dengan Hamletnya atau Agatha Christie dengan cerita2 misterinya atau Jane Austen dengan Sense & Sensibilitynya, novel-novel Barbara Cartland, si ratu roman ini menduduki tempat teratas dalam jumlah buku yang saya baca. Ketika saya kesampaian datang ke negeri sang Ratu Elizabeth II Aprill lalu, saya terpesona. Negeri ini memang layak menjadi pusat cerita roman picisan gaya Inggris, yang diceritakan Barbara Cartland. Banyak kastil-kastil tua yang jadi museum dan bahkan juga yang masih ditinggali. Kastil2 ini tempat pada bangsawan tinggal..


Limabelas hari di Inggris, saya menjelajahi kota-kota seperti Manchester, York, Edinburgh - Scotlandia, Belfast - Irlandia, London, Wiltshire - England, Bath sampai Hythe - Kent. Menyenangkan? Pastinya! Kurang lama? Ya...saya merasa kurang lama di sini. Sayangnya konsekuensi lain kalau kelamaan di negara ini, saya bisa bangkrut. Biaya hidup lumayan mahal disini.


Manchester adalah kota yang identik dengan Bola. York menurut cerita dan info dari beberapa orang yang sempat saya ajak ngomong adalah kota paling berhantu di Inggris. Edinburgh atau Skotlandia kota paling saya sukaaakkkk. Kota ini dibagi dua sisi. Kota lama dan baru. Irlandia adalah kota dimana Titanic dibuat. Kapal raksasa yang sangat canggih pada masanya ini, tenggelam karena menabrak es. Dan tak ketinggalan London, kota dimana sang Ratu dan keluarganya tinggal. Ada Wiltshire dan Bath yang akan saya buat satu-satu semua cerita tentang kota-kota ini. Sebagai pendahuluan, nikmati saja dulualbum saya ini. Sampai jumpa di cerita selanjutnya.(***)

 
Manchester United 



Cardiff Castle


Monday, February 13, 2017

Osaka dalam Pelukan Sakura

Berlatar belakang Osaka Castle



SAKURA dalam pelukan itu lagunya Fariz RM yang hitsss banget entah tahun berapa. Sepertinya ketika saya masih SMA. Nahh ...kalau "Osaka dalam Pelukan Sakura" artinya saya kebelet banget liat bunga sakura mekar di negeri asalnya sono, Jepang. Untunglah setelah berburu tiket, saya dan teman-teman dapat harga miring naik Cathay Pacific. Selain tiket pesawat harga miring, saya memastikan masih bisa lihat sakura, yang menurut empunya cerita bermekaran hanya pada bulan April sampai awal Mei.



Melangkah diantara Sakura


Karena memang tujuannya lihat sakura atau bahasa kerennya cherry blossom, saya memilih Osaka sebagai kota tujuan pertama. Di kota ini, bunga-bunga sakura yang mekar berlangsung lebih lama dibandingkan di kota-kota lainnya. Hari pertama, setelah istirahat dari penerbangan panjang karena harus transit di Hong Kong sampai 5 jam, saya dan teman-teman menjelajah Osaka.



Tujuan pertama ke Osaka Castle. Jaman saya masih kecil dan sekarang mungkin masih ada, banyak foto-foto istana Osaka ini dipasang di kalender-kalender Indonesia. Di halaman Osaka Castle inilah aneka warna bunga Sakura terlihat cantik di pinggir sungai yang mengelilingi istana. Sementara rontokan bunganya di rerumputan juga tampak cantik. 

Ini bukan kunjungan saya pertama kali ke Jepang, tapi saat yang pertama saya nggak sempat lihat sakura. Padahal ...sumpahh saya itu kebeleett banget lihat sakura. Jadi jangan heran kalau saya memilih terbang ke Osaka dulu, karena katanya sakura dengan aneka warna lebih banyak ada di Osaka. Ternyata saya memang nggak keliru. Di Osaka tepatnya di halaman Osaka Castle bermekaran aneka warna bunga Sakura. Ada warna merah muda, merah dan putih ke pink-pink an--apa warna pastinya ya? Pokoknya gitulah. Naahhh ...gambar-gambar di bawah ini adalah aneka warna bunga sakura di halaman Osaka Castle.



Dari ki-ka : Sakura pink, Sakura putih ke pink-pink an dan sakura merah


Tempat lain yang harus dikunjungi di Osaka adalah Kuromon Ichiba Market, pasar seafood terbesar dan hidangan laut tersegar menurut saya. Selain itu masih ada kehidupan malam di Dotonburi. Pemandangan paling terkenal di Dotonburi adalah Glicko Man. Saya kira ini adalah superhero, nggak tahunya lampu LED dari lelaki Jepang berlari. Display LED ini dipersembahkan oleh Glicko, produsen camilan populer asal Jepang. Camilan ini di Indonesia juga disukai anak-anak. Ponakan saya suka sekali Glicko rasa coklat dan coklat almond. Saya juga suka kok. Yang rasa green tea dan coklat almond.



Di sini hanya cantik pas malam hari. Kalau siang kurang berkesan. Kalau siang enaknya belanja-belanji di kawasan ini. Banyak produk-produk asli JEpang yang memang lebih mahal dari barang branded. Hanya saja dijamin lah kualitasnya. Ada juga souvenir-souvenir dengan harga lumayan miring. Jacket2 aneka musim dijual di kawasan ini juga. Sebaiknya datang ke kawasan ini sekitar jam 4 sore. Eksplorasiseluruh tempat dari ujung Dotonburi sampai ujung Shinsabashi. Pilih-pilih barang yang diminati, boleh tawar menawar kemudian beli kalau memang berminat dan butuh. 

Selain belanja, cobalah banyak kedai makanan yang ada di kawasan ini.Ada jajanan kaki lima seperti takoyaki, kue serbai Jepang--duuhh saya lupa namanya kue kesukaan dora emon itu dan juga okonomiyaki (dadar sayuran dan gurita. Atau boleh juga icip-icip ramen ayam di sekitar sini. Setelah capek jalan, barulah istirahat di tengah-tengah area Dotonburidan Shinsabashi itu.Persis di bawah billboard Glicko Man. Tunggu sampai jam 7 malam dimana lampu mulai menyala.  Lampu-lampu anekar warna dan aneka bentuklah yang membuat kawasan Dotonburi dan Sinshabashi ini terkenal. Contohnya Glicko Man menyala saja ditunggu-tunggu ribuan orang. Glicko Man menyala pada pukul 7 malam. Sepuluh menit sebelum menyala, kerumunan wisatawan dan juga orang2 Jepang menunggunya. War biasakkk....! (***)


Gadis-gadis masa kini di antara sakura hahaha



























Sunday, February 12, 2017

Melancong ke Negeri Saudara Tua

Mount Fuji taken from Gotemba
THE LAND of the rising sun, itu sebutan buat Jepang. Ke negeri matahari terbit inilah saya jalan-jalan tahun lalu. Bertepatan dengan musim semi dan bunga-bunga Sakura mekar sempurna. Di Indonesia, Jepang sering juga disebut sebagai saudara tua. Kok bisa begitu? Ketika masuk ke Indonesia tahun 1942, negara ini memposisikan sebagai saudara tua bagia Indonesia dan akan membantu mengusir penjajah waktu. Sayangnya saya nggak ingin cerita sejarah di tulisan ini. Saya cuma mau berbagi aja tentang apa-apa yang bisa dilihat, dibeli dan didatangi  di Jepang ini.

Ketika pertama kali ke Jepang tahun 1994, saya merasa semua yang saya datangi dan saya beli mahallll. Hotel mahal, makanan mahal dan souvenir juga mahallllll. Saya maklum karena dulu saya jalan tugas kantor dan mengunjungi klien yang ketika diajak jalan-jalan, selalu masuk ke tempat-tempat mahal. Saya ke Nagasaki, Tokyo dan Chiba, tempat pameran otomotif kelas dunia digelar di sana. Naahh ....perjalanan kali ini--tahun 2016 kemarin--saya merencanakannya dengan baik, meski ada yang meleset juga dari rencana. Saya jadi tahu bagaimana nyari penginapan lumayan murah, makanan murah dan tentunya belanja murah. 

Kyoto Tower 
Tiket pesawat  saya pesan jauh-jauh hari sebelum perjalanan. Kalau naik pesawat reguler, carilah 60 hari sebelum perjalanan. Biasanya banyak maskapai penerbangan menawarkan harga promosi pada saat-saat seperti itu. Saya juga dapat tiket PP Jakarta - Osaka - Jakarta sekitar Rp. 5,5 juta. Kalau naik maskapai penerbangan yang low fare (pesawat murah) bisa pesan 6 bulan atau setahun sebelumnya. Ada sepupu teman saya yang dapat harga 3 juta PP dari Jakarta - Haneda PP. Perjalanan Jakarta - Jepang makan waktu kurang lebih 8 jam belum termasuk transit. Karena naik Cathay Pacific saya transit di Hongkong 5 jam. 

Ujian terberat saat transit adalah harus mondar-mandir keliling bandara. Mau keluar nggak bisa, karena waktunya yang mepet. Keliling aja di dalam HKIA (Hongkong International Airport) bosannya minta ampun. Mau jajan ....harganya ampunnn selangit. Semangkuk ramen bisa nguras duit yang kalau dikurs sekitar Rp, 150.000. Bisa-bisa belum sampai tujuan duit sudah habis buat jajan. Yang gratis minum air, tapi perut rasanya kembung. Mau tidur karena ngantuk juga nanggung. Takut kebablasan yang ujung-ujungnya ketinggalan pesawat. Jadi ya gitu deh, muter-muter aja keliling bandara dari ujung selatan ke ujung utara.

Itu cerita transit. Saya kembali lagi ke perjalanan selama di Jepang. MAu ngapain aja? Tergantung berapa lama di negeri matahari terbit ini. Di Jepang ada beberapa tempat yang layak disambangi karena banyak obyek wisatanya. Pertama OSAKA, termasuk kota pelabuhan dan kota perdagangan yang modern dan sibuk. Disini ada Osaka Castle, yang sering saya lihat di kalender-kalender yang menggambarkan Jepang. Ada Universal Studio, Umeda Building, Dotonburi dan Kuromon Ichiba Market.
Ginkakuji (Silver Pavilion) - Kyoto
Selain Osaka, ada Kyoto--ibu kota lama Jepang. Di kota ini banyak gedung-gedung peninggalan sejarah. Menurut saya obyek wisata cantik dan menarik ada di kota ini. Sebut saja Kinkakuji (Golden Favilion), Ginkakuji (Silver Favilion), Geisha Town di Gion, fushimi Inari Taisi dan Arashimaya (Bamboo Forest). KEmudian ada Tokyo, kota super metropolitan. Obyek wisatanya adalah tempat-tempat modern yang serng digunakan sebagai lokasi pengambilan gambar film-film hollywood. Misalnya saja Shibuya Crossing sebagai salah satu lokasi di film FAst and Furious. Ada Ginza, tempat shopping barang-barang bermerk, Ueno (pasar tradisional) tempat menjual barang-barang relatif murah dan berkualitas bagus sekaligus tempat jajanan murah, enak dan juga halal di sebagian kedainya. Di Tokyo ini juga kita bisa ke Disney Sea dan Disney Land. Tiket masuk kira-kira Rp.500 ribuan.

Ada lagi Hokaido, kota pegunungan yang beribukota Sapporo. Saya rasa empat kota ini cukup jadi itinerary (rute rencana perjalanan) kalau mau berlibur ke JEpang selama 10 hari. Lalu bagaimana dengan hotel, transportasi lokal dan makan murah selama perjalanan?

HOTEL
Musim semi di JEpang sama dengan musim turis. Harga hotel pasti mahal. Apalagi saat musim semisekitar bulan Maret Akhir - Mei awal, bunga sakura mulai mekar penuh. Dijamin harga-harga hotel ikut mekar juga. Baiknya pergi lebih dari dua orang agar biaya hotel  bisa lebih murah. Pesan hotel jauh-jauh hari di Booking.com dan lihat petunjuknya. Cari hotel yang dekat stasiun. Kalau mau nginap di kawasan rumah penduduk coba cek penginapan di airbnb.com.

TRANSPORTATION
Buy Japan Rail Pass (JR Pass). Ini tiket kereta dalam kota dan bisa dibeli online. Kalau tinggal di JEpang 10 hari, beli  paket 7 hari seharga 35.000 an yen. Tiket ini berlaku di sekitar 50 lebih stasiun seluruh Jepang keculai kereta cepat Shinkansen (bullet train). Bisa juga membeli paket harian. Langsung di stasiun atau online. Juga dijual paket bus. PErcayalah semuanya mudah dan seluruh petugas dan orang-orang Jepang cukup ramah buat membantu.

MAKAN
JAngan khawatir kelaparan karena harga-harga makanan yang mahal. Moadl saya beli makanan murah di Jepang adalah Family Mart, yang ada dimana saja di pelosok JEpang. Ada nasi, soba dingin, aneka telur (setengah matang, 3/4 matang dan juga matang). Rasanya enak meski dimakan begitu saja. Yang luar biasa, telurnya tidak amis sama sekali. Bahkan kalau mau makan fine dining bisa beli salmon dan salad yang kalau ditotal kurang dari 1000 yen.

BELANJA
Kujungi pasar-pasar tradisional yang biasanya tidak hanya menjual makanan dan sayuran, tetapi juga souvenir,pakaian dan lain-lain. Kalau mau barang bermerk, cobalah ke Gotemba Premium Outlet. Dari stasiun Tokyo ada bus yang berangkat tiap jam dan bisa langsung pesan tiket PP dan sesuaikan jam pulangnya. Dijamin deh belanja puas, makan enak dan hati senang. Harga bandrol yang dipasang di Gotemba ...woooww...murahhh. Misalnya saja arloji merk Swatch dibandrol sejuta buat 4 arloji. Modelnya memang bukan terbaru, tapi di Indonesia harga jual per arloji masih 800 ribuan. Nahhh jadi kapan mau berangkat ke Jepang? Buruan deh siap-siap dan lalu berangkat!!

Ginza di hari minggu

Shibuya Crossing, bisa dinikmati dari Starbuck . 





Bersama bhiksu Shinto

Saturday, February 11, 2017

Maldives, Negeri Sujung Kuku

Kapal tradisional saat melihat sunset & dolphin hunting
MALDIVES atau Maladewa sama saja. Pasti pernah dengar kan? Apalagi dulu pernah ada calon presiden Indonesia yang populer gegara jalan-jalan ke negeri ini dan memberikan beruang Teddy buat cewek yang diajaknya. Negeri ini terletak di wilayah Samudera India. Persisnya ada Ada di barat daya India dan Sri Lanka. Saya menyebutnya negeri seujung kuku. Bagaimana nggak seujung kuku, lha luasnya saja kurang dari 300 km2. Luas Jakarta saja dua kalinya alias 660 km2 lebih. Negeri seujung kuku ini terdiri dari atol atau pulau-pulau karang dari ujung selatan sampai utara,

Konon katanya, negeri ini bakal hilang karena tenggelam oleh air pasang. Itu sebabnya saya dan teman-teman 'Gang Doyan Jalan' memutuskan mengunjungi Maldives, sebelum hilang di telan samudera. Perjalanan dari Jakarta - Maldives kurang lebih 7 jam. Ini belum termasuk transit di Singapura semalam. Begitu mendarat di Bandara Internasional Ibrahim Nasir, saya berdecak kagum. Ternyata negeri seujung kuku ini mengurusnya negerinya dengan sangat baik. Negeri ini sadar betul bahwa negaranya memiliki asset terbatas dan tidak sekaya Indonesia yang sumber alamnya entah berapa buanyakkkknya.

Siap-siap menjelajah ibu kota, Male.
Maldives, yang sumber pendapatan negaranya tergantung pada pariwisata, mengelola industri wisata airnya dengan sangat baik. Pantainya berpasir putih bak mutiara bertebaran dan lautnya bukan biru melainkan bernuansa hijau bening sejauh mata memandang. Nggak heran kalau wisata air seperti snorkeling, diving dan dolphin hunting on Sunset membuat saya nggak kepingin pulang. Rasanya kalau duit di dompet masih tebal maulah tinggal dua hari lagi--saya tinggal di Kurumba Hotel dua malam tiga hari. 

Makanan khasnya--pasti seafood--bisa ditemui di kedai-kedai di Male, ibu kota negaranya yang bisa dijelajahi dengan berjalan kaki selama satu jam saja. YA ...cuma satu jam. Jadi jangan membayangkan mau lomba marathon di negeri ini. Rumah kediaman presidennya juga kecil. Jangan bandingin dengan Istana Merdeka atawa Istana Bogor yaa. Pokoknya kecil deh. Lha kantor presidennya aja di Ruko, yang pengawalnya nggak kelihatan sama sekali. Saya dan teman-teman bisa asyik berpose di depan kantornya tanpa diusir atau digonggong anjing penjaga. Dan selama di Maldives saya sama sekali tidak melihat petugas yang berwajib seperti polisi di jalanan. 

Mata uangnya Rufiyya. Beti alias beda tipis sama mata uang Indonesia, rupiah. Kendati demikian hampir semua toko, hotel dan warung sekalipun menggunakan dolar AS untuk transaksi. Saya jarang menggunakan rufiyaa, yang akhirnya saya tukarkan kembali di money changer karena nggak terpakai. Bahkan beli air mineral pun membayar dengan dolar. Makan di kedai tidak terlalu mahal, tetapi karena saya menginap di resort bintang 5...hehehe...muahaaalll.

Di depan kantor presiden 
Saran saya sih kalau di Maldives, menginaplah di resort di atol-atol tengah laut. Kalau di ibu kota negara nggak ada apa-apanya. Konsekuensinya ya jadi agak mahal. Sebagai perbandingan saja, biaya jalan-jalan saya ke 6 negara eropa selama 21 hari US$ 2900, sedangkan di Maldives yang hanya 4 malam lima hari, saya harus merogoh kocek US$ 2200. Ini liburan saya termahal. Yang bikin mahal memang biaya transit di Singapur, karena saya menginap di Crown Hotel biar nggak ketinggalan pesawat. Padahal tiket perjalanannya kebetulan dapat murah. Naik Tiger Air cuma Rp.4,5 juta PP.  Jadi kalau penasaran mau jalan ke Maldives, coba buat dompet lebih tebel. Satu lagi, negeri ini bebas visa. Saya dan rombongan 'geng doyan jalan' gak perlu repot-repot urus visa buat ke sini.

suasana ibu kota jam 10.30 pagi
Saya memang harus merogoh kocek lumayan banyak buat ke negeri seujung kuku ini, tapi saya puas kok. Yang pasti nggak penasaran lagi. Apalagi negeri yang kebanyakan didatangi para honey mooners ini adalah negara republik--sama kan dengan Indonesia?--dan penduduknya--emang sih sedikit sekitar 400 ribuan--ternyata mayoritas juga beragama Islam. So saya juga jadi feel at home di sini. Di resort tempat saya menginap juga banyak memekerjakan orang-orang Indonesia. Ida, cewek Purwokerto, sudah bekerja sekitar 3 tahun dan menikah dengan pria asli Maldives, Maldivian. Menurut dia banyak orang Indonesia bekerja di Maldives.

Masih penasaran? Dan tetep mau jalan-jalan ke Maldives? Ayo menabung dan saya mau juga kesini lagi kalau dibayarin ( ngarep.com)...Hehehehe....sapa juga yang mau bayarin!!(***) 




Monday, January 9, 2017

Cilok Ala Kuromon Ichiba Market, Osaka

Kuromon Ichiba Market   by tupungato @123RF.com
KEMANAPUN pergi, pasar buat saya tetep primadona. Harus didatangi, nyoba makanan yang dijual disitu dan tentunya beli makanan khasnya buat oleh-oleh. Begitu juga ketika saya ke Osaka--April 2016, salah satu itinerary saya adalah blusukan ke pasar tradisional paling populer di Osaka. Kuromon Ichiba Market namanya. Mau cari makanan laut mulai dari salmon, kepiting, belut, oyster, udang, cumi, scalop, gurita sampai ikan-ikan yang  nggak pernah saya  lihat sebelumnya. Semuanya segar dan menggiurkan buat dicoba.

Lokasinya juga nggak susah dicari. Dimanapun nginapnya, kalau mau ke Kuromon, naik saja subway ke Nipponbashi. Begitu turun di stasiun itu, keluar lewat EXIT 2. Jalan nggak sampai 3 menit sudah langsung sampai di pasar Kuromon. Atau bisa juga naik subway turun di stasiun Namba dan jalan agak lebih lama sekitar 4 - 9 menit. Begitu masuk ke area pasar--yang buka dari pukul 8 pagi sampai 5 sore ini--saya sudah disambut banyak penjual makanan di kiri kanan (seperti kelihatan di gambar).  Jalannya bersih, lebar dan nggak bikin kita senggol-senggolan kaya di pasar senggol. 

Mau pilih makanan laut mentah, steam dan bakar tinggal lihat ke kios-kios yang ada disitu. Hebatnya orang Jepang, semua makanan dimasak langsung dan saya bisa tinggal tunjuk mana yang mau dibeli. Harganya sekitar 500 - 3000 yen. Temen saya bilang, "Di pasar ini jualan cilok nggak ya. Loe, kan doyan banget makan cilok Ris". Pas saya mau jawab, mata saya melihat warung di depan saya  yang menjual Takoyaki. "Di sini ciloknya ya takoyaki itu," jawab saya. Dan memang setelah saya masuk ke pasar lebih jauh, penjual takoyaki bertebaran di Kuromon Ichiban Market.

by 123RF.com
Buah-buahan dan sayuran juga dijual disini.   by Niradj @123RF.com
Saya membeli makanan ketengan dari satu kios ke kios lain. Beli sashimi salmon yang manis dan enakkkk banget seharga 400 yen. BEda rasa sashiminya sama di Indonesia. Lebih manis dan segar. Membeli strawberry Amao, khas Osaka yang harganya 600 yen dapat satu plastik isi 10 buah. Warna strawberrynya ada yang merah, pink dan putih. Kalau lihat dari jauh seperti buah plastik. Rasanya ... jangan tanya. Muaanisss banget. Di Kuromon bukan cuma  aneka makanan laut tetapi juga buah-buahan, sayuran dan peralatan rumah tangga dan peralatan masak. Aneka sumpit juga dijual disini. Kios hidangan laut yang lumayan kondang disini namanya Kurodon Sanpei. Makanan yang banyak dipesan kepiting dan salmon sashimi. Kepitingnya amboi manisnya dan tinggal disruput saja dari cangkangnya. Dagingnya yang merah putih bikin ketagihan. Sayang saya ga bisa makan banyak, soalnya mau coba-coba yang lain.

Makan siang saya--setelah mencicip sana sini--jatuh pada seporsi nasi dengan mackarel bakar. Nasinya anget, acar lobaknya mantap dan mackarel yang ditaburi acar jahenya lembut dan tanpa amis sama sekali. Teksturnya membuat lidah nggak berhenti bergoyang kecuali ikannya habis :). Mengeksplorasi pasar ini nggak membosankan buat saya. Kalau saja tidak ingat bahwa saya masih harus jalan ke tempat lain, pasti saya memilih jalan-jalan di Kuromon lebih lama. 

Jadi kalau mau tahu budaya JEpang khususnya Osaka, cobalah jelajahi pasarnya dan temukan keindahan rasa makanannya dan juga keramahan orang-orangnya. Oya hampir lupa, di Kuromon ini juga kita bisa makan Kobe Beef yang endesss bingits itu. Sayangnya saya nggak cicip kobe beef di Kuromon. Saya makan Kobe Beef di Kyoto. Nanti ceritanya tentang Kyoto ya dan juga pasar Nishikinya yang luar biasa menyenangkan buat saya. Pasti penasaran kan...mari ditunggu tulisan berikutnya.(***)

Sunday, January 8, 2017

KOLN, The Land of 4711

KOLN atau Cologne sama aja. Ketika jalan-jalan ke Eropa tahun 2010 saya sempatkan mampir ke kota ini. Persisnya, kota ini ada di Jerman Barat. Lokasinya lebih dekat sama Belanda. Karena rute jalan saya turun dari Belanda, Belgia, Luxemburg terus ke Perancis dan berakhir di Roma, Italia, Saya nggak mungkin ngaprak sampai ke kota-kota di Jerman lainnya seperti Hamburg, Berlin, Bonn dan Munich. Tapi saya tetep kepingin ke Jerman. Biar jumlah negara Eropa yang dikunjungi lebih dari 5 negara.Pilihan terbaik mampir  ke Jerman  adalah ke kota Koln atawa Cologne, The Land of 4711.

Kenapa 4711?? Itu nomer kode buntut atau malah nomer kode pos khusus kota Cologne--begitu tulisannya dalam bahasa Inggris. Begitu sampai di stasiun Hauptbahnhoft-Cologne, di bawah atap stasiun ada lampu neon besar bertuliskan 4711. Kelihatan kan gambarnya? Ingatan saya langsung terbang ke masa-masa 40 tahun ke belakang,sekitar tahun 77 an. Bapak dan Ibu saya menyimpan sebotol eau de cologne 4711 itu di lemari. Bahkan bapak saya sering banget pake tisu basah merk 4711 itu, yang dulu sering disebut kolonyet. Setelah sampai Cologne ini saya baru tahu kalau 4711 ternyata asli punya Jerman, khusunya Cologne. Itu sebabnya namanya Eau de Cologne 4711 (parfum asli dari kota Cologne) dan 4711 menunjukkan  lokasi pembuatannya di Glockengasse No. 4711. Naahh... nggak salah deh saya menyebut Cologne sebagai The Land of 4711. Apalagi dimana-mana di kota ini dijual aneka parfum merk 4711.


Memang si 4711 asli Cologne, tapi di kota ini nggak cuma bisa liat pabriknya parfum itu. Banyak hal menarik bisa dilihat disini. Beda dengan kota-kota besar lain di Jerman, Koln itu kota tua yang usianya sudah lebih 2000 tahun. Kota yang luasnya juga lebih kecil dari Jakarta ini--sekitar 450 km2, dibelah oleh sungai Rhine. Nggak seperti sungai2 kebanyakan di kota-kota besar di Indonesia, Sungai Rhine sangat bersih dan bebas sampah. Saya naik kapal khusus untuk turis menyusuri Rhine. Angin musim semi saat itu membuat saya terpesona menikmati Cologne dari kapal. Buat temen-temen yang mau mampir ke Cologne dan nggak punya cukup banyak waktu, cobalah naik kapal menyusuri Rhein, dijamin sebagian besar pemandangan kota bisa dinikmati dari sini hanya dalam waktu kurang dari 70 menit.

Membeli tiket kapal bisa di dermaga sungai yang ada di sepanjang sungai Rhine. Harga tiketnya 25 - 30 euro. Selain naik kapal, apalagi yang bisa dinikmati di Koln. Nggak beda dengan kota-kota di negara Eropa, gereja adalah salah satu tempat tujuan wisata di Cologne. DOM merupakan gereja katolik peninggalan abad pertengahan. Bangunannya bernuansa gothic. Ketika saya dan teman-teman mampir ke gereja ini, gereja sedang direstorasi. Pemerintah setempat menghabiskan jutaan dolar untuk merestorasi gereja. Itu yang saya sangat sukaakkk dari negara Eropa. Negara-negara di Eropa menjaga bangunan bersejarahnya dengan baik dan bahkan mau merogoh kocek besar-besaran untuk melestarikan peninggalan sejarahnya.

Makanannya bagaimana? Di Jerman nggak afdol kalau nggak makan sosis. Bratwurst ...sosis segede gaban harus dicoba disini. Mau yang halal ada dan haram juga ada. Warung atau kios penjaja makanan bertebaran di kawasan belakang DOM. Selain toko-toko buat belanja oleh-oleh, kios makanan bisa ditemui di sana. Toko roti dan bagel banyak sekali. Harga makanan berkisar 2 sampai 5 euro. Makanan restoran juga ada. Harganya per porsi lumayan menguras kantong. Steak sapi relatif mahal  dibanding steak non halal. Harganya 13 sampai 25 euro. Jangan pesan omelet di restoran. Layaknya PAris...harga omelet atau telur dadar kalau dikurs uang Indonesia bisa 150 ribuan. So pilih mkanan restoran atau kios sepertinya nggak ada bedanya. Rasa enaknya hanya sampai di pangkal tenggorokan.

Last but not least ...Saya masih penasaran sama Jerman. Saya janji pada diri sendiri untuk nanti menjelajah Jerman yang bukan cuma Cologne.  Masih ada Berlin, HAmburg, Bonn dan  Frankfurt dan Munich tentunya. Kapan ke sana lagi? Seperti biasa tunggu rejeki jatuh dari langit. Hehehehe.... kata ustadz saya rejeki nggak pernah jatuh dari langit. Rejeki ada karena kerja. Dan saya memang sedang bekerja untuk jalan-jalan lagi.(***)


DOM cathedral
Beberapa foto Koln saya.





Jembatan di atas Sungai Rhine
Koln - Dusseldorf


Koln kota terbesar keempat di Jerman

DOM diambil dari Kapal

Di atas kapal.



Wednesday, March 11, 2015

Mercado de San Miguel, Pasar apa Food Court ??

Mercado de San Miguel
PASAR! Saya sukaakkk banget pergi ke pasar. Nggak heran setiap hari minggu saya pasti ke pasar. Ke pasar buat saya sama saja rekreasi. Itu juga sebabnya setiap pergi ke daerah mana saja di Inonesia saya pasti harus nyambangi pasarnya. Contohnya ke Padang saya ya ke Pasar Padang Raya atau ke Pasar Ateh di Bukit Tinggi, Pasar Johar Semarang dan Pasar kondang Bering Harjo di Yogya. Begitu juga kalau ke luar negeri saya pasti mampir ke pasar. 

Di Hongkong ke Harbour Market, di Roma mampir ke pasar Campo de Fiori, Singapore ke Pasar tradisional di China Town, ke Shenzen ke pasar Lou Hu, Paris ke Val D'europe, Belanda ke Rits Market di Amsterdam dan pasar kaget di Volendam. Medina di Marakech dan Habbous di Casablanca, Kenapa saya suka pasar. Pasar itu tempat paling mudah mengamati keseharian dan peradaban satu suku atau bangsa. Perilaku orang di pasar lebih tampil apa adanya dan tidak pura-pura atau palsu. Perilaku tawar menawar, perilaku pedagang terhadap pembeli, perilaku pembeli kepada pedagang dan sesama pembeli. Berbeda kalau MAll...semuanya artifisial. Banyak polesan dan tampil tidak apa adanya, karena masih ingin dilihat oleh sesama pengunjung dan dianggap lebih wahh. 

Babi yg diawetkan (Jamon)
Sangria ada seluruh Spanyol
Dari pasarlah kadang saya juga dapat inspirasi menulis. Pasar--tempat bertemu penjual dan pembeli-- itu di Indonesia. Marche adalah pasar di Perancis sana, souq itu pasar kawasan timur tengah. Sebagian negara-negara Arab menggunakan istilah souq untuk pasarnya. Di Maroko Afrika Utara menggunakan istilah Medina dan di negara Persia dan Turki menggunakan kata Bazzar untuk pasar--ada Grand Bazzar di sana-- dan di India memakai chawk untuk pasar. Chutney Chawk adalah pasar besar di Old Delhi atau Delhi lama di India. Chawk juga dipakae di Pakistan utk pasar.
Kios Souvenir

Saya terkesan sekali dengan Chutney Chawk di Old Delhi. Aneka makanan khas India, kain dan sari, sampai pernik-pernik upacara keagamaan dan aksesori dan perhiasan aneka warna dijual di sana. Pasar lain yang sangat menarik perhatian karena lokasinya dan karena kebersihannya yang tidak sama dengan pasar-pasar lain di beberapa negara Eropa adalah Mercado de San Miguel.  Pasar ini terletak di jantung kota Madrid Spanyol. Sepertinya belum  lama berdiri atau malah baru direnovasi. Letaknya tak jauh dari Plasa Mayor sekitar 10 menit jalan kaki sangat santai. Di sekitar pasar ini terdapat cafe2 dan restoran yang menjual makanan dan jajanan enakkkkk sekali. Harganya lebih mahal. Di sini banyak penduduk lokal kongkow. 
Petite Joghurt

Ksmbali ke Mercado de San Miguel. Kendati masih baru, pasar ini menjadi tujuan para turis untuk mencicipi hidangan asli Spanyol mulai dari Paela sampai tuna siram minyak zaitun. Resto2 Tapas, souvenir, daging babi, kopi, teh, sayuran, buah2an segar semua ada di sana. Sebagaimana layaknya pasar, Yang luar biasa adalah penataan kiosnya yang cantikkk tak ubahnya food court di mal mal mewah di Jakarta. Menyenangkan sekali mengelilingi pasar kurang lebih seluas lapangan bola. Berbeda dengan pasar yang biasanya di luar ruang dan terbuka, Mercado de San Miguel terletak dalam satu bangunan berpendingin pada saat summer dan lebih hangat ketika winter. 
Sosis 

Kios yang sangat saya suka di sini adalah kios joghurt yang ditaruh di dalam gelas sesloki yang langsung minum. Seperti Greek Yoghurt, kental tapi tidak lengket. Lainnya adalah kios kopi. KEndati didesain dengan ciamik, setiap kios tidak memiliki kursi untuk makan. Kita makan di depan kios dan berdiri. JAdi memang dirancang untuk tidak berlama-lama dan kemudian kita bisa pergi ke kios lainnya. Naahh ... kalau memang mau kongkow dan ngobrol, keluar dari situ lalu berjalan ke resto2 dan cafe2 di sekitarnya. Saya sisipkan foto2 Mercado de San Miguel.(***)